KONSELING ANALISIS TRANSAKSIONAL
(KONSTRAN)
1.
Pengantar
Konseling Analisis Transaksional
Analisis
transaksional dapat meningkatkan kecakapan klien untuk mentoleransi dan
megendalikan kecemasan dan membuat sesuatu yang dapat membatasi tindakan. Teori
analisis transaksional berdasarkan pada pemunculan manifestasi dan pola-pola
perilaku dalam transaksi antara terapis dengan klien. Menurut berne satuan
hubungan social disebut suatu transaksi. Jika dua atau lebih hubungan bertemu
satu dengan yang lain, cepat atau lambat salah satu dari mereka akan berbicara
atau member beberapa indikasi pengakuan kehadiran yang lain. Hal ini disebut
sebagai “transaksional stimulus”. Orang lain kemudian akan menyatakan atau
melakukan sesuatu dalam kaitan dengan stimulus tadi, dan hal ini disebut
sebagai “transaksional response”.
Analisis
transaksional mengkaji tansaksi ini, menentukan peran-peran dan karakterisik
ego setiap orang, dan mensistematiskan informasi diri transaksi itu. Perilaku
manusia ditentuka oleh pengalaman kanak-kanak, akan tetapi dapat berubah.
Manusia hidup dalam jagat raya yang terbuka dan berkembang yang tidak banyak
diketahui, akan tetapi dapat dijelajahi oleh individu dengan membebaskan diri
dari masa lalu. Dengan berfikir, manusia mampu merencanakan masa depan dan
memperkirakan kemungkinan-kemungkinan.
2.
Pandangan
Tentang Manusia
Setiap
individu merupakan kesatuan dari tiga ego state (ES), yaitu :
a. Ego
state parent (ESP) :
Diwarnai oleh perintah, peringatan,
sanksi, dan berorientasi pada nilai/moral (cenderung statis).
b. Ego
state adult (ESA) :
Berorientasi pada fakta dan
diwarnai oleh pertanyaan apa, mengapa, bagaimana?, cenderung kepada perubahan
(dinamis).
c. Ego
state child (ESC) :
Spontan, kreatif, senang/gembira,
penuh gaya, dan banyak diwarnai oleh perasaan (cenderung statis).
3.
Struktur
Kepribadian
a. Individu
berpotensi positif, apabila diberi suasana yang baik dan menguntungkan ia akan
menjadi orang yang mampu menghadapi kenyataan.
b. Individu
berkembang sejak lahir dan dipengaruhi oleh factor-faktor fisi, psikis dan
social-ekonomi.
c. Lipos
paling awal : SOKO, untuk ini perlu srokes positif tanpa syarat
d. Hanya
satu es yang aktif pada saat tertentu dalam berkomunikasi
e. Kepribadian
yang sehat (merupakan hasil dari asuhan yang baik dari orang tua) bercirikan :
·
Dimilikinya sikap hidup
SOKO
·
Life script yang bebas
dan terbuka terhadap games dan strokes
·
Dapat mempergunakan
ketiga ES dengan baik dan lentur
4.
Motivasi
Hidup
a. Setiap
individu menanggung dua kebutuhan :
(1). Kebutuhan fisik (makan, minum,
udara)
(2). Kebutuhan Psikis :
·
Stimulus hanger and
strokes
·
Time structuring
·
Position hanger
b. Stimulus
hanger and stroks :
Perlunya perhatian (rangsangan dan
belaian) dari orang lain juga pengakuan
c. Structure
hanger :
Pemanfaatan waktu selama 24 jam se
hari dalam mengantisipasi/menerima stimulus strokes, dengan pola WIRPAGIN :
·
Withdrawal :
Menarik diri (mengisolasi diri)
·
Rituals :
Sekedar basa-basi dalam memberikan
respon terhadap rangsangan dari orang lain, misalnya dalam membalas sapaan
·
Pastimes :
Pembicaraan untuk sekedar mengisi
waktu, tanpa isi atau tujuan tertentu
·
Activities :
Melakukan suatu kegiatan yang sudah
bertujuan
·
Games :
Bermain bersama orang lain atas
dasar aturan tertentu
·
Intimacy :
Berhubungan amat akrab dengan orang
lain
d. Position
hanger :
(1). Life postion (lipo) :
bagaimana hubungan diri sendiri dengan orang lain
·
I’am oke - you are oke
(SOKO)
·
I’am oke – you are not
oke (SOKTO)
·
I’am not oke – you are
oke (STOKO)
·
I’am not oke – you are
not oke (STOKTO)
(2).
Injuction : perintah orang tua yang harus dilaksanakan, hal ini menghasilkan
STO
(3).
Permision : kebebasan bertindak bagi anak, hal ini menghasilkan SO
(4).
Life (liscrip) : rencana hidup untuk mewujudkan life posision yang telah
dipilih
(5). Counterscript (counsript) : kondisi yang berlawanan
dengan life script, hal ini merupakan
selingan singkat dari life script yang berkepanjangan.
5.
Jenis-jenis
Transaksi
Gerald
Corey (1984) membagi jenis transaksi menjadi tiga bagian yaitu :
a. Transaksi
sejajar, yaitu individu yang berkomunikasi dengan penampilan ego state tertentu
dan ditujukan pada penampilan ego state tertentu pula, maka respon orang yang
lawan berkomunikasi, ditampilkannya juga seperti apa yang diharapkan.
b. Transaksi
silang, yaitu penampilan ego state seseorang dan respon yang diharapkan tidak
sejajar atau silang, yaitunya tidak sebagaimana yang diharapkan.
c. Transaksi
terselubung, yaitu penamilan ego state oleh orang yang berkomunikasi tersebut
memiliki maksud yang terselubung seperti kiasan atau sindiran dan sejenisnya.
6.
Perkembangan
Kepribadian Yang Sehat
Individu
yang sehat dapat menggunakan ego statenya secara baik, tanpa ragu-ragu dan
sesuai dengan situasi tertentu. Ada pun cirri-ciri perkembangan yang sehat,
menurut Hansen, dkk (1977) adalah sebagai berikut :
a. Individu
memiliki dan dapat menampilkan ego statenya secara luwes sesuai dengan situasi
da kondisi dimana dia berada.
b. Individu
tersebut berusaha untuk membuat “life script’ (naskah hidup) secara bebas,
serta memiliki kebebasan pula untuk memungkinkan ia memperoleh sentuhan, dan
pada dirinya ada kecenderungan memilih bentuk hubungan kelima (game).
c. Memilih
posisi hidup revolusioner, saya Ok, kamu Ok.
d. Ego
statenya tidak “kaku” atau tidak terlalu “cair” dalam arti dapat fleksibel.
7.
Perkembangan
Kepribadian Abnormal
Hansen
dkk, (1977) merumuskan empat cirri-ciri dari prkembangan kepribadian yang
abnormal, yaitu :
a. Kecenderungan
untuk memilih posisi hidup devolusioner, revolusioner atau obsolusi-oner pada
diriya ada “ not Ok”, misalnya memilih untuk tidak berbuat yang sebetulnya
perlu, memilih untuk tidak bertanya, berhias dan lain-ain.
b. Kecenderungan
untuk menggunakan ego state yang tunggal, atau hanya satu saja tampil untuk
situasi yang berbeda. Misalnya pada situasi dan kondisi yang berbeda, ego state
yang tampil cenderung satu saja apakah ego state adult, parent atau selalu
child.
c. Ego
state yang ditampilkannya terlalu ‘cair” sehingga tidak ada batas antara ego
state yang satu dengan yang lainnya atau ego statenya bolong. Ini semuanya
berkembang menjadi “untility parenting’ (orang tua yag selalu tidak). Orang
seperti ini seringkali mengacaukan penampilan ego statenya pada situasi dan
kondisi yang relative sama.
d. Ego
statenya tercemar, misalnya ego state adult dicemari oleh ego state child, dan
ego state parent. Bentuk nyatanya berwujud prasangka, yaitu menganggap sesuatu
tidak sesuai dengan kenyataan. Bentuk nyata lainnya adalah delusi, yaitu
melihat sesuatu tidak sebagaimana mestinya. Prasangka dan delusi dapat merusak
persepsi dan akhirnya merusak penyesuaian diri. Usaha unuk menyehatkan
kepribadian sendiri adalah melalui cara menghilangkan prasangka dan delusi
tersebut.
8.
Tujuan
dan Proses Konseling
Tujuan
konseling analisis transaksional ini antara lain yaitu :
a. Mendekontaminasi
ES yang terganggu
b. Membantu
menggunakan ketiga ES secara baik dan lentur
c. Membantu
menggunakan ego state adult secara optimal
d. Mendorong
perkembangannya :
·
Life position SOKO
·
Life script baru dan
produktif
Proses konseling analisis transaksional ini antara
lain yaitu, apabila konselor berkehendak menggunakan model analisis
transaksional dalam membantu klien, maka dia hendaknya memperhatikan hal-hal
yang berkaitan dengan analisis struktur kepribadian, transaksi dan naskah
hidup. Ketiga hal tersebut menjadi kunci munculnya masalah dalam diri klien.
Berkenaan dengan hal ini, Hansen dkk, (1977) membagi empat tahapan yang
hendaknya dilalui dalam kegiatan konseling analis transaksional, yaitu :
·
Analisis struktur
·
Analisis transaksional
·
Analisis permainan
·
Analisis naskah hidup
9.
Teknik-teknik
Konseling
Untuk membantu memecahkan masalah klien, dalam
konseling dipakaikan beberapa teknik yang dirumuskan oleh model ini. Teknik
yang digunakan dalam analisis transaksional ini menurut Hansen dkk, yaitu :
a. Permission,
konselor memberikan kebebasan yang luas, yaitu melakukan sesuatu yang dilarang
oleh orang lain, dengan cara ini konselor akan dapat melihat ego state yang
mana dominan pada diri klien, posisi hidup mana yang dipilihnya, bagaimana
naskah hidupnya dan pola permainan mana yang dipilihnya dalam memperoleh
sentuhan.
b. Proteksi,
dalam hal ini klien merasa aman berada bersama konselor. Dalam kegiatan
konseling diciptakan rasa aman, sehingga klien merasa dirinya aman meskipun dia
melakukan apa saja.
c. Potensi,
konselor benar-benar menampilkan kemampuan dirinya untuk membantu klien. Disini
tampak bahwa konselor dituntut untuk mampu memberikan sesuatu dan mampu berbuat
sesuatu dengan kepentingan, kemajuan dan kesejahteraan klien.
Cara yang dipergunakan konselor dalam
menyelenggarakan proses konseling dikemukakan oeh Berne yang dikutip oleh
Hansen (1977), sebagai berikut :
a. Kemampuan
bertanya, khususnya bertanya secara terbuka untuk menggali kenyataan tentang
diri klien
b. Konselor
harus mampu mengkhususkan berbagai hal yang bersifat umum yang dikemukakan oleh
klien.
c. Dengan
konfrontasi, klien akan menyadari keadaan yang sebenarnya yaitu keadaan yang
mengandung kesenjangan tertentu.
d. Konselor
harus mampu memberikan penjelasan dan uraian tentang sesuatu yang menyangkut
diri klien atau pun yang ditanyakan klien
e. Konselor
dituntut untuk memberikan contoh-contoh, gambaran-gambaran,
demonstrasi-demostrasi tertentu, misalnya contoh, gambaran atau ilustrasi
bagaimana orang tersenyum, bagaimana bersikap ramah dan lain sebagainya, kalau
misalnya klie memang tidak bisa melakukan hal yang demikian.
10. Kekuatan dan Kelemahan
Konseling Analisis Transaksional
a. Kekuatan
·
Terminologi yang
sederhana dapat dipelajari dengan mudah diterapkan dengan segala pada perilaku
yang kompleks
·
Klien diharapkan dan
didorong untuk mencoba dalam hubungdiluar ruang konseling untuk mengubah
perilaku yang salah
·
Perilaku klien “disini
dan sekarang’merupakan cara untuk membawa perbaikan klien
·
Penekanan pada
pengalaman masa kii dan lingkungan social
11. Analisis Kasus
Berdasarkan KONSTRAN
1. Pemeliharaan
oleh orang tua kurang sehat sehingga :
a. Anak
memilih STOKO
b. Tidak
dapat mempergunakan ketiga ES dengan baik :
·
Kontaminasi : prasangka
dan berpandangan salah tanpa mau mendengarkan mana yang benar (delution)
·
Ekslusi : terlaku kabur
atau terlalu “cair” dalam mempergunakan ES,
mampuan dalam mempergunakan ES secara tepat.
2. Lipos
(dan liscript-nya) yang dipilih cenderung menjadi dasar bagi pembentukan
tingkah laku individu yang bersangkutan.
SUMBER :
·
Prof. Dr. Prayitno.
1998. Konseling Panca Waskita, BK. FIP. UNP
·
Prof. Dr. H. mohammad
Surya. 2003. Teori-teori Konseling, Bandung : Pustaka Bani quraisy
·
Drs. Taufik. 2009.
Model-model Konseling, BK. FIP. UNP
Tidak ada komentar:
Posting Komentar