Senin, 19 September 2016

KONSELING PANCAWASKITA

KONSELING PANCAWASKITA

A.    Pengantar Pancawaskita
Panca berarti ima sedangkan waskita berarti Cerdas, Tekun, Ulet, Cermat, Benar, waspada, arif, hati-hati. Lima hal ini yang dapat dijadikan sebagai dasar  untuk bisa menjadi konselor profesional dengan  mengintegrasikan lima faktor yang mempengaruhi perkembangan dan kehidupan individu, yaitu Pancasila,
Pancadaya (daya taqwa, daya cipta, daya rasa, daya karsa, dan daya karya).  Liharid (jasmaniah-rohaniah, individual-sosial, material-spiritual, dunia-akhirat, dan lokal-global/ universal). Likuladu (gizi, pendidikan, sikap dan perlakuan, budaya, kondisi insidental). Dan Masidu (rasa aman, kompetensi, aspirasi, semangat, dan penggunaan kesempatan).
Pengaruh faktor-faktor tersebut perlu diperhatikan secara Waskita (cerdas, tekun, ulet, cermat, benar, waspada, arif, hati-hati) dan dilakukan pembinaan melalui konseling, sehingga perkembangan dan kehidupan individu menjadi lebih membahagiakan.
B.     Asumsi Tentang Manusia
Memiliki gatra dengan ciri:
1.      Ind memaknai gatra dalam sendiri
2.       Memberikan gatra luar kepada gatra lainnya
3.      Gatra dalam dan luar bersifat lentur dan dinamis
4.      Manusia memiliki dimensi : keindividualan (fisik, psikis, potensi, kelemahan), kesosialan: keterkaitan dengan orang lain, kesusialaan: aturan-aturan yangmenyertai hubungan social, ke: santun, keberagamaan: butuh hubunugan dengan sang pencipta.
(likuladu), yaitu: gizi, pendidikan, sikap, perlakuan orang lain budaya, dan kondisi insidental. (masidu) yaitu: Rasa aman ,Kompetensi Aspirasi, Semangat Penggunaan kesempatan.
C.    Tujuan Konseling
Mewujudkan gatra baru diselenggarakan dg mengikuti proses:
Pengantaran (introduction)
Penjajagan (investigation) Penafsiran (interpretation) Pembinaan (intervention)
Penilaian/pengembangan (inspection
D.    Teknik Konseling
Ditilik dari isinya konseling merupakan proses membangun pribadi yang mandiri. Sebelum seorang konselor membangun hal itu terlebih dahulu ia perlu membangun pribadinya yang mandiri terlebih dahulu. Konselor yang mandiri itu akan mampu  dari segi tekhnis dan psikologisnya menyelengarakan konseling elektik dengan wawasan pancawaskita. Waskita merupakan sifat yang terpancar dari kiat dan kinerja yang penuh dengan keunggulan semangat disertai dengan :
1.      Kecerdasan: Konseling adalah pekerjaan yang diselenggarakan atas dasar teori dan teknologi yang tinggi. Serta pertimbangan akal yang jernih, matang dan kreatif.
2.      Kekuatan :Konselor adalah pribadi yang tangguh baik dalam keluasan dan kedalaman wawasan, pengetahuan, serta keterampilannya. Maupun dalam kemauan,   dan ketekunannya manangani klien.
3.      Keterarahan: Kegiatan konseling berorientasi kepada keberhasilan klien mengoptimalkan perkembangan dirinya dan mengatasi permasalahannya.
4.      Ketelitian Konselor bekerja dengan cermat dan hati-hati serta berdasarkan data           dalam memilih dan menetapkan teori an teknologi konseling.
5.      Kearifbijaksanaan Konselor dalam menyikapi dan bertindak didasarkan pada peninjauan dan       pertimbangan yang matang. Kelembutan dan kesantunan terhadap klien      dan orang-orang lain pada umumnya sesuai dengan nilai, moral dan norma-norma yang berlaku. Serta kode etik konseling.
E.     Tahapan Konseling
a.      Pengantaran
Proses pengantaran (an-1) mengantarkan klien memasuki kegiatan konseling dengan segenap pengertian. Tujuan dan asas yang menyertainya. Proses pengantaran ini ditempuh melalui kegitan penerimaan yang bersuasana hangat, permisif, dan KTPS (klien tidak pernah salah), serta penstrukturan. Apabila proses awal ini sukses, klien akan mampu menjalani proses konseling selanjutnya dengan hasil yang lebih menjanjikan.
b.      Penjajakan
Proses penjajakan (an-2) dapat diibaratkan sebagai membuka dan memasuki tabir misteri atau hutan belantara yang berisi gatra-gatra klien bersangkut-paut dengan perkembangan dan permasalahannya. Sasaran penjagaan adalah hal-hal yang dikemukakan klien dan hal lain yang perlu dipahami tentang diri klien. Sasaran ini berada dalam lingkup masidu, likuladu, dan pancadaya yang terlukis di dalam pengalaman klien dalam proses perkembangannya. Seluruh sasaran penjagaan ini adalah berbagai gatra yang selama ini terpandam, tersalahartikan dan/atau pun terhambat pengembangannya pada diri klien.
c.       Penafsiran
Apa yang terungkap melalui penjajagan merupakan berbagai gatra yang perlu diartikan. Gatra-gatra klien itu (yang cukup signifikan) perlu diketahui Arti Dari Dalam-nya (ADD) secara tepat dan diberikan Arti Dari Luar-nya (ADL) secara positif, dinamis dan juga tepat. Gatra yang besar dipecah dan diurai menjadi gatra-gatra yang lebih kecil, sebaliknya sejumlah gatra digabung dan dirangkum menjadi gatra yang lebih luas, lalu dikaitkan dan dilihat relevansinya dengan gatra-gatra lainnya. Hasil proses penafsiran (an-3) ini pada umumnya adalah aspek-aspekKeberadaan yang Sedang Ada (KSA) dan Keberadaan yang Mungkin Ada (KMA) pada diri klien dengan jelas, tepat dan terjangkau segi-segi dinamikanya. Dalam rangka penafsiran ini, upaya diagnosis dan prognosis dapat memberikan manfaat yang berarti.
d.      Pembinaan
Proses pembinaan (an-4) ini secara langsung mengacu kepada pengentasan masalah dan pengembangan diri klien. Upaya pembinaan diarahkan melalui proses interpretasi. Arah dan sasaran jangka pendek dan langsung pembinaan ialah terkembangkannya masidu yang lebih memandirikan dan membahagiakan klien dan lingkungannya secara produktif. Dengan berbagai teknik khusus dalam konseling sasaran jangka pendek itu didorong pencapaiannya. Lebih jauh lagi, sedapat mungkin proses konseling hendaknya juga mampu menyentuh likuladuyang besar pengaruhnya terhadap kehidupan klien. Karena likuladupada umumnya tidak dapat langsung terjangkau oleh proses konseling yang terwujud dalam pertemuan tatap muka antara klien dan konselor. Maka pembinaan terhadap likuladu itu biasanya terlaksana melaui pendekatan “politik”. Pembinaan terhadap likuladu dan masidu itu diharapkan juga meningkatkan pancadaya klien. Melalui pembinaan dalam konseling gatra-gatra lama diproses menjadi gatra-gatra baru yang lebih memungkinkan berfungsinya energi pada diri klien secara optimal.
e.       Penilaian
Upaya pembinaan melalui konseling diharapkan menghasilkan hal-hal ataupun perubahan yang berguna bagi klien, khususnya berkenaan dengan masidu. Lebih konkrit lagi hasil-hasil tersebut hendaknya berapa meningkat dan semakin efektifnya wawasan, pengetahuan, keterampilan dan sikap (WPKNS) bagi kehidupan klien dalam lingkungan lirahid. Kadar perubahan yang terjadi pada diri klien dapat diungkap dapat diungkapkan atau dinilai (an-5) segera menjelang diakhiri proses konseling, dalam jangka pendek beberapa hari kemudian, atau dalam janga waktu yang lebih panjang. Ketika proses konseling akan segera diakhiri. Misalnya konselor dapat menanyakan kepada klien beberapa hal yang merupakan bauh dari proses yang baru saja berlangsung, yaitu pengetahuan (P1) atau informasi baru apa yang diperoleh klien, bagaimana perasaan (P2) klien (apakah tambah ringan, releks, terbebas dari himpitan yang memberatkan atau menyesakkan, dan sebagainya) serta kegiatan (K) apa yang akan dilakukan klien untuk menindaklanjuti hasil- hasil konseling yang telah tercapai. Sedangkan penilaian pasca konseling yang lebih jauh, baik dalam jangka pendek  maupun jangka panjang, mengacu kepada pemecahan masalah dan perkembangan klein secara lebih menyeluruh

Sumber Bacaan:
Prayitno. 1998. Konseling PancaWaskita. Padang: BK FIP UNP.
http://bkpemuala.blogspot.com/2012/05/konseling-pancawaskita.html

http://gebrielleizious.wordpress.com/2012/06/10/konseling-pancawaskita/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar