Senin, 19 September 2016

KONSELING EGO

KONSELING EGO

A.    Pengantar Konseling Ego
Model konseling ego merupakan model psikoanalisis baru dan biasa disebut psikologi dalam. Model ini memiliki persamaan dengan pandangan psikoanalisis klasik, yaitu :
a.       Mementingkan masa kehidupan anak dibawah lima tahun
b.      Sama-sama menggunakan konsep ego
c.       Sama-sama mementingkan konsep kesadaran, bawah sadar dan ketidak sadaran.
Ada satu istilah yang sangat menonjol dalam model konseling ego yang dikemukakan oleh Erikson ini, yaitu “ego strength” yang artinya kekuatan ego. Pada dasarnya kegiatan konseling adalah usaha memperkuat “ego strength”. Dengan demikian orang yang bermasalah adalah orang yang memiliki ego yang lemah. Misalnya orang yang penakut, rendah diri, banyak lemah, tidak bisa mengambil keputusan termasuk orang yang memiliki ego lemah. Dikatakan demikian adalah karena orang yang keadaannya seperti itu tidak dapat memfungsikan egonya secara penuh, baik untuk menggerakkan dirinya dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhannya maupun untuk meraih keinginan-keinginannya. Pada umumnya masalah-masalah yang dialami individu diwarnai oleh kuat dan lemahnya ego tersebut.
Menurut Freud, ego tumbuh dari Id atau merupakan kelanjutan daripada Id, sedangkan menurut Psikoanalisis baru, ego itu tidak terikat pada Id, jadi tumbuh sendiri yang merupakan keseluruhan kepribadian. ego itulah yang tumbuh dan menjadi kepribadian seseorang. Jenis ego baru ini disebutnya juga dengan ego kreatif.
B.     Asumsi Tentang Manusia
Erikson beranggapan bahwa manusia tidaklah dijadikan sesederhana binatang yang hanya bertingkah laku berdasarkan pada instink atau semata-mata memenuhi kebutuhannya. Manusia tidaklah didorong oleh energi dari dalam, tetapi manusia itu lahir ke dunia untuk merespon perangsang yang berbeda-beda, misalnya individu dalam kehidupannya perlu menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungannya, perlu melakukan sesuatu untuk keperluan orang lain di sekitarnya dan lain-lain. Disinilah perbedaan pendapat dimana Freud lebih menekankan peranan Id dalam kehidupan, sedangkan konseling ego lebih menekankan peranan ego dalam kehidupan seseorang. Egolah yang mengembangkan segala sesuatunya, misalnya kemampuan individu, keadaan dirinya, penyaluran minatnya hubungan sosialnya dan sebagainya.
C.    Perkembangan Tingkah Laku Salah Suai
Erikson merumuskan munculnya tingkah laku salah suai pada diri seseorang disebabkan oleh tiga faktor, yaitu :
1.      Individu dahulunya kehilangan kemampuan atau tidak diperkenankan merespon rangsangan dari luar secara tepat sehingga pada saat sekarang menjadi salah tingkah. Contoh : seseorang yang tidak boleh bergaul dengan jenis kelamin lain yang berbeda, dimana seseorang tersebut amat terikat dengan nilai-nilai yang kaku (agama, adat atau kepercayaan lainnya) sedangkan pada dirinya selalu muncul dorongan atau naluri yang mana sangat dilarang oleh lingkungannya, sehingga apabila inidividu itu pindah pada lingkungan yang agak longgar terhadap nilia-nilai, maka akan menimbulkan masalah pada diri individu itu setiap kali dia dihadapkan pada situasi yang sama.
2.      Apabila pola-pola coping behavior yang sudah terbina pada dirinya sekarang tidak sesuai lagi dengan siyuasi setempat dimana dia itu berada. Misalnya : Coping Behavior yang selama ini biasa dipakai di tempat asalnya, digunkakan juga pada lingkungan baru, maka oleh masyarakat akan dianggap ganjil, sehingga setipa kali dia berlaku begitu maka akan menjadi pusat perhatian orang lain. Akhirnya individu itu menjadi salah tingkah yang tentu saja berpengaruh pada penyesuaian dirinya.
3.      Fungsi ego tidak berjalan dengan baik. Misalnya individu tersebut tidak mempertimbangkan untung ruginya dalam bertingkah laku tertentu, kurang memanfaatkan pikiran atau kurang mengontrol perasaanya sehingga menjadi sorotan orang disekitarnya dan tentu saja menimbulkan ketidakenakan bagi yang bersangkutan.
D.    Tujuan Konseling dan Proses Konseling
1.      Tujuan Konseling
Tujuan konseling berdasarkan pandangan Erikson adalah memfungsikan ego klien yang sebelumnya tidak berfungsi dengan penuh. Selain itu tujuan konseling itu adalah melakukan perubahan pada diri klien sehingga terbentuk Coping Behavior yang dikehendaki dan dapat terbina dan agar ego klien itu dapat lebih kuat (ego integrety)
2.      Proses Konseling
Langkah-langkah dalam penyelenggaraan konseling ego adalah :
·         Pertama-tama mebantu klien mengkaji perasaan-perasaannya berkenaan dengan kehidupan, juga feeling terhadap peranan-peranannya, feeling penampilannya dan hal-hal lain yang bersangkut paut dengan tugas-tugas kehidupannya.
·         Klien kita proyeksikan dirinya terhadap masa depan.
·         Selanjutnya konselor berusaha mendiskusikan dengan klien hambatan-hambatan yang dijumpainya untuk mencapai tujuan masa depannya
·         Kalau pendiskusian tentang hambatan-hambatan itu sudah berlangsung cukup jauh, konselor melalui proses interpretasi dan refleksi, mengajak klien untuk mengkaji lagi diri sendiri dan lingkungannya.
Agar konseling ego dapat diselenggarakan dengan efektif, maka ada beberapa aturan dalam konseling ego, yaitu :
a)      Proses konseling harus bertitik tolak dari proses kesadaran karena dalam suasana sadar itulah fungsi kognitif dapat dilakukan, dalam keadaan sadar, fungsi kognitif ego itu tidak dapat jalan sebagaimana yang diharapkan.
b)      Proses konseling hendaklah bertitik tolak dari azas kekinian atau tingkah laku sekarang dan tidak membahas nostalgia masa lampau.
c)      Proses konseling lebih ditekankan pada pembahasan secara rasional, aspek kognitif dan dimensi kognitif yang ada hubungannya dengan bagaimana individu berfikir tentang dasar-dasar tingkah lakunya.
d)     Konselor hendaklah menciptakan suasana hangat dab spontan, baik dalam penerimaan klien mauoun dalam proses konseling.
e)      Konseling harus dilakukan secara profesional dan dilakukan oleh konselor-konselor yang sudah terlatih.
f)       Proses konseling hendaklah tidak berusaha mengorganisir keselururan kepribadian individu, tetapi hanya pada pola tingkah laku yang salah suai.
E.     Teknik Konseling
1.      Konselor perlu membina hubungan yang akrab dengan kliennya, sehingga dapat muncul kepercayaan pada diri klien terhadap konselornya.
2.      Usaha yang dilakukan konselor harus dipusatkan pada masalah yang dikeluhkan oleh klien, khususnya pada masalah yang ternyata di dalamnya tampak kekuatan egonya melemah .
3.      Pembahasan itu dipusatkan pada aspek kognitif, tetapi hal yang mempunyai kaitan langsung dengam perasaan juga disinggung.
4.      Mengembangkan situasi “ambiguitas” (keadaan bebas dan boleh kemana saja dan tidak dibatasi, tidak dihalangi, tidak dihambat-hambat). Untuk terbinanya suasana ambiguitas itu ada beberapa hal yang dapat dilakukan, yaitu :
·         Konselor memberikan kesempatan kepada klien bagi munculnya perasaan-perasaan dari dalam diri klien.
·         Klien diperkenankan mengemukakan kediriannya sendiri yang mungkin berbeda dengan orang lain.
·         Konselor menyediakan fasilitas yang memungkinkan terjadinya tranference melalui proyeksi. Tranference maksudnya adalah tembus pandang dalam arti bisa dilihat orang. Misalnya pirbadi yang tranference adalah pribadi yang tidak miskin dan orang lain boleh melihat pribadi yang terbuka tersebut. Sedangkan proyeksi disini maksudnya adalah mengemukakan sesuatu yang sebetulnya ada pada diri sendiri, tapi menyebutkan hal itu terdapat pada diri orang lain.
5.      Pada saat klien melakukan trabference, maka konselor hendaklah melakukan kontar tranference. Maksudnya konselor mengendalikan diri terhadap kesan-kesan pada klien.
6.      Konselor hendaknya melakukan dignosis dengan dimensi-dimensinya, yaitu :
·         Perincian dari masalah yang sedang dialami klien saat diselenggarakan konseling itu
·         Sebab-sebab timbulnya masalah tersebut, bisa juga titik api yang menjadikan masalah tersebut menyebar saat ini
·         Letaknya masalah itu dimana, apakah pada kebiasaan klien, sikapnya atau pada cara tingkah laku yang dilakukan pada saat itu
·         Kekuatan dan kelemahan masing-masing orang yang bermasalah, misalnya apa yang dimilikinya baik yang sifatnya tidak dimilikinya.
7.      Membangun fungsi ego yang baru dengan cara :
·         Dapat dikemukakan berbagai gagasan-gagasan baru
·         Berdasarkan dignosis dan gagasan tersebut langsung diberikan upaya pengubahan tingkah laku
·         Pembuatan kontrak untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang telah diputuskan dalam konseling.

F.     Kekuatan dan Kelemahan Konseling Ego
1.      Kelebihan Konseling Ego
·         Membangun identitas ego klien, serta memperluas dan memperkuat berfungsinya sistem ego
·         Konseling ego tidak hanya mementingkan permasalahan yang terjadi pada masa balita saja, tetapi juga masa setelah itu.
·         Dapat membangun dan membentuk tingkah laku yang tepat suai dengan menekankan adanya kekuatan ego (ego strengh)
·         Setelah dilakukannya konseling maka individu dapat menggerakkan dirinya untuk memenuhi kebutuhan dan keinginannya
·         Memperkuat tiga fungsi ego, yaitu fungsi dorongan ekonomis, fungsi kognitif dan fungsi pengawasan
·         Kembalinya kemampuanseseorang untuk mengembangkan coping behavior dalam setiap kali menghadapi masalah-masalah dalam kehidupannya
2.      Kelemahan Konseling Ego
·         Konselor hanya menggunakan tekhnik konseling biasa karena tidak ada tekhnik khusus yang bisa diterapkan untuk menggali masalah klien
·         Lebih memusatkan pada ciri individu yang normal dan sadar, daripada mengungkapkan motif tidak disadari

·         Apabila individu tertekan oleh keadaan yang menimpanya dan ego kehilangan kontrol, maka kontrol terhadap tingkah laku beralih dari kesadaran ke ketidaksadaran sehingga beralih dari ego ke id.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar