KONSELING
EGO
A.
Pengantar Konseling Ego
Model konseling ego merupakan model psikoanalisis baru
dan biasa disebut psikologi dalam. Model ini memiliki persamaan dengan
pandangan psikoanalisis klasik, yaitu :
a.
Mementingkan masa kehidupan anak dibawah lima tahun
b.
Sama-sama menggunakan konsep ego
c.
Sama-sama mementingkan konsep kesadaran, bawah sadar
dan ketidak sadaran.
Ada satu istilah yang sangat menonjol dalam model
konseling ego yang dikemukakan oleh Erikson ini, yaitu “ego strength”
yang artinya kekuatan ego. Pada dasarnya kegiatan konseling adalah usaha
memperkuat “ego strength”. Dengan demikian orang yang bermasalah adalah
orang yang memiliki ego yang lemah. Misalnya orang yang penakut, rendah diri,
banyak lemah, tidak bisa mengambil keputusan termasuk orang yang memiliki ego
lemah. Dikatakan demikian adalah karena orang yang keadaannya seperti itu tidak
dapat memfungsikan egonya secara penuh, baik untuk menggerakkan dirinya dalam
memenuhi kebutuhan-kebutuhannya maupun untuk meraih keinginan-keinginannya. Pada
umumnya masalah-masalah yang dialami individu diwarnai oleh kuat dan lemahnya
ego tersebut.
Menurut Freud, ego tumbuh dari Id atau merupakan
kelanjutan daripada Id, sedangkan menurut Psikoanalisis baru, ego itu tidak
terikat pada Id, jadi tumbuh sendiri yang merupakan keseluruhan kepribadian.
ego itulah yang tumbuh dan menjadi kepribadian seseorang. Jenis ego baru ini
disebutnya juga dengan ego kreatif.
B.
Asumsi Tentang Manusia
Erikson beranggapan bahwa manusia tidaklah dijadikan
sesederhana binatang yang hanya bertingkah laku berdasarkan pada instink atau
semata-mata memenuhi kebutuhannya. Manusia tidaklah didorong oleh energi dari
dalam, tetapi manusia itu lahir ke dunia untuk merespon perangsang yang
berbeda-beda, misalnya individu dalam kehidupannya perlu menyesuaikan diri
dengan keadaan lingkungannya, perlu melakukan sesuatu untuk keperluan orang
lain di sekitarnya dan lain-lain. Disinilah perbedaan pendapat dimana Freud
lebih menekankan peranan Id dalam kehidupan, sedangkan konseling ego lebih menekankan
peranan ego dalam kehidupan seseorang. Egolah yang mengembangkan segala
sesuatunya, misalnya kemampuan individu, keadaan dirinya, penyaluran minatnya
hubungan sosialnya dan sebagainya.
C.
Perkembangan Tingkah Laku Salah Suai
Erikson merumuskan munculnya tingkah laku salah suai
pada diri seseorang disebabkan oleh tiga faktor, yaitu :
1.
Individu dahulunya kehilangan kemampuan atau tidak
diperkenankan merespon rangsangan dari luar secara tepat sehingga pada saat
sekarang menjadi salah tingkah. Contoh : seseorang yang tidak boleh bergaul
dengan jenis kelamin lain yang berbeda, dimana seseorang tersebut amat terikat
dengan nilai-nilai yang kaku (agama, adat atau kepercayaan lainnya) sedangkan
pada dirinya selalu muncul dorongan atau naluri yang mana sangat dilarang oleh
lingkungannya, sehingga apabila inidividu itu pindah pada lingkungan yang agak
longgar terhadap nilia-nilai, maka akan menimbulkan masalah pada diri individu
itu setiap kali dia dihadapkan pada situasi yang sama.
2.
Apabila pola-pola coping behavior yang sudah terbina
pada dirinya sekarang tidak sesuai lagi dengan siyuasi setempat dimana dia itu
berada. Misalnya : Coping Behavior yang selama ini biasa dipakai di tempat
asalnya, digunkakan juga pada lingkungan baru, maka oleh masyarakat akan
dianggap ganjil, sehingga setipa kali dia berlaku begitu maka akan menjadi
pusat perhatian orang lain. Akhirnya individu itu menjadi salah tingkah yang
tentu saja berpengaruh pada penyesuaian dirinya.
3.
Fungsi ego tidak berjalan dengan baik. Misalnya
individu tersebut tidak mempertimbangkan untung ruginya dalam bertingkah laku
tertentu, kurang memanfaatkan pikiran atau kurang mengontrol perasaanya
sehingga menjadi sorotan orang disekitarnya dan tentu saja menimbulkan
ketidakenakan bagi yang bersangkutan.
D.
Tujuan Konseling dan Proses Konseling
1.
Tujuan Konseling
Tujuan konseling berdasarkan pandangan Erikson adalah
memfungsikan ego klien yang sebelumnya tidak berfungsi dengan penuh. Selain itu
tujuan konseling itu adalah melakukan perubahan pada diri klien sehingga
terbentuk Coping Behavior yang dikehendaki dan dapat terbina dan agar ego klien
itu dapat lebih kuat (ego integrety)
2.
Proses Konseling
Langkah-langkah dalam penyelenggaraan konseling ego
adalah :
·
Pertama-tama mebantu klien mengkaji
perasaan-perasaannya berkenaan dengan kehidupan, juga feeling terhadap
peranan-peranannya, feeling penampilannya dan hal-hal lain yang bersangkut paut
dengan tugas-tugas kehidupannya.
·
Klien kita proyeksikan dirinya terhadap masa
depan.
·
Selanjutnya konselor berusaha mendiskusikan
dengan klien hambatan-hambatan yang dijumpainya untuk mencapai tujuan masa
depannya
·
Kalau pendiskusian tentang hambatan-hambatan itu
sudah berlangsung cukup jauh, konselor melalui proses interpretasi dan
refleksi, mengajak klien untuk mengkaji lagi diri sendiri dan lingkungannya.
Agar konseling ego dapat diselenggarakan dengan
efektif, maka ada beberapa aturan dalam konseling ego, yaitu :
a)
Proses konseling harus bertitik tolak dari proses
kesadaran karena dalam suasana sadar itulah fungsi kognitif dapat dilakukan,
dalam keadaan sadar, fungsi kognitif ego itu tidak dapat jalan sebagaimana yang
diharapkan.
b)
Proses konseling hendaklah bertitik tolak dari azas
kekinian atau tingkah laku sekarang dan tidak membahas nostalgia masa lampau.
c)
Proses konseling lebih ditekankan pada pembahasan
secara rasional, aspek kognitif dan dimensi kognitif yang ada hubungannya
dengan bagaimana individu berfikir tentang dasar-dasar tingkah lakunya.
d)
Konselor hendaklah menciptakan suasana hangat dab
spontan, baik dalam penerimaan klien mauoun dalam proses konseling.
e)
Konseling harus dilakukan secara profesional dan
dilakukan oleh konselor-konselor yang sudah terlatih.
f)
Proses konseling hendaklah tidak berusaha mengorganisir
keselururan kepribadian individu, tetapi hanya pada pola tingkah laku yang
salah suai.
E.
Teknik Konseling
1.
Konselor perlu membina hubungan yang akrab dengan
kliennya, sehingga dapat muncul kepercayaan pada diri klien terhadap
konselornya.
2.
Usaha yang dilakukan konselor harus dipusatkan pada
masalah yang dikeluhkan oleh klien, khususnya pada masalah yang ternyata di
dalamnya tampak kekuatan egonya melemah .
3.
Pembahasan itu dipusatkan pada aspek kognitif, tetapi
hal yang mempunyai kaitan langsung dengam perasaan juga disinggung.
4.
Mengembangkan situasi “ambiguitas” (keadaan bebas dan
boleh kemana saja dan tidak dibatasi, tidak dihalangi, tidak dihambat-hambat).
Untuk terbinanya suasana ambiguitas itu ada beberapa hal yang dapat dilakukan,
yaitu :
·
Konselor memberikan kesempatan kepada klien bagi
munculnya perasaan-perasaan dari dalam diri klien.
·
Klien diperkenankan mengemukakan kediriannya
sendiri yang mungkin berbeda dengan orang lain.
·
Konselor menyediakan fasilitas yang memungkinkan
terjadinya tranference melalui proyeksi. Tranference maksudnya adalah tembus
pandang dalam arti bisa dilihat orang. Misalnya pirbadi yang tranference adalah
pribadi yang tidak miskin dan orang lain boleh melihat pribadi yang terbuka
tersebut. Sedangkan proyeksi disini maksudnya adalah mengemukakan sesuatu yang
sebetulnya ada pada diri sendiri, tapi menyebutkan hal itu terdapat pada diri
orang lain.
5.
Pada saat klien melakukan trabference, maka konselor
hendaklah melakukan kontar tranference. Maksudnya konselor mengendalikan diri
terhadap kesan-kesan pada klien.
6.
Konselor hendaknya melakukan dignosis dengan
dimensi-dimensinya, yaitu :
·
Perincian dari masalah yang sedang dialami klien
saat diselenggarakan konseling itu
·
Sebab-sebab timbulnya masalah tersebut, bisa
juga titik api yang menjadikan masalah tersebut menyebar saat ini
·
Letaknya masalah itu dimana, apakah pada
kebiasaan klien, sikapnya atau pada cara tingkah laku yang dilakukan pada saat
itu
·
Kekuatan dan kelemahan masing-masing orang yang
bermasalah, misalnya apa yang dimilikinya baik yang sifatnya tidak dimilikinya.
7.
Membangun fungsi ego yang baru dengan cara :
·
Dapat dikemukakan berbagai gagasan-gagasan baru
·
Berdasarkan dignosis dan gagasan tersebut
langsung diberikan upaya pengubahan tingkah laku
·
Pembuatan kontrak untuk melakukan
kegiatan-kegiatan yang telah diputuskan dalam konseling.
F.
Kekuatan dan Kelemahan Konseling Ego
1.
Kelebihan Konseling Ego
·
Membangun identitas ego klien, serta memperluas
dan memperkuat berfungsinya sistem ego
·
Konseling ego tidak hanya mementingkan
permasalahan yang terjadi pada masa balita saja, tetapi juga masa setelah itu.
·
Dapat membangun dan membentuk tingkah laku yang
tepat suai dengan menekankan adanya kekuatan ego (ego strengh)
·
Setelah dilakukannya konseling maka individu
dapat menggerakkan dirinya untuk memenuhi kebutuhan dan keinginannya
·
Memperkuat tiga fungsi ego, yaitu fungsi
dorongan ekonomis, fungsi kognitif dan fungsi pengawasan
·
Kembalinya kemampuanseseorang untuk
mengembangkan coping behavior dalam setiap kali menghadapi masalah-masalah
dalam kehidupannya
2.
Kelemahan Konseling Ego
·
Konselor hanya menggunakan tekhnik konseling
biasa karena tidak ada tekhnik khusus yang bisa diterapkan untuk menggali
masalah klien
·
Lebih memusatkan pada ciri individu yang normal
dan sadar, daripada mengungkapkan motif tidak disadari
·
Apabila individu tertekan oleh keadaan yang
menimpanya dan ego kehilangan kontrol, maka kontrol terhadap tingkah laku
beralih dari kesadaran ke ketidaksadaran sehingga beralih dari ego ke id.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar