KONSELING BEHAVIORISTIK (KONBE)
A.
Pengantar
Konseling Behavioristik
Sejarah konseling behavioral
bermula dari Ivan Sechenov (1829-1905), seorang ahli fisiologi Rusia, yang
dalam hipotetiknya (1963) memandang fungsi-fungsi otak sebagai pancaran reflek
yang terdiri atas tiga komponen yaitu input sensorik, proses, dan efferent
outflow. Sechenov berkeyakinan bahwa tingkah laku terdiri atas respon-respon
terhadap stimulasi-stimulasi dengan interaksi-interaksi dari ransangan dan
hambatan yang beroperasi pada bagian sentral dari pancaran refleks.
Taufik (2009 : 151) mengemukakan
behavioristik merupakan aliran psikologi yang didirikan oleh J.B. Watson pada
tahun 1913. Pendekatan tingkah laku ini bermula dalam tahun 50-an dan awal 60-an.
Beliau dilahirkan pada tahun 1904 di Susquehana, Pennsylvania. Beliau mempunyai
latar belakang kawalan tingkah laku yang ketat. Pada masa kecil, Skinner
mempunyai trikan kepada benda-benda yang mekanikal.
Model konseling behavioristik
dikembangkan berdasarkan penelitian eksperimen mengenai teori belajar. Sejumlah
teori belajar yang termasuk ke dalam teroi behavioristik adalah teori
koneksionisme dari Thorndike, teori klasikal conditioning dari Ivan Pavlov, dan
operan condisioning dari Skinner.
Teori-teori tentang hukum-hukum
belajar pun menjadi corak khas dalam memodifikasi tingkah laku klien. Sebagai
proses belajar, pengertian belajar diartikan sebagai “suatu perubahan dalam
perbuatan atau dalam melakukan sesuatu yang berhubungan dengan beberapa
pengalaman”. Behaviorisme memandang bahwa semua respon yang mendatangkan akibat
adalah penanda terjadinya proses belajar.
Selain itu, penegasan yang
terpenting dari behavioral terletak pada perhatian mereka yang hanya tertuju
pada sesuatu yang dapat diamati secara ilmiah, yang memungkinkan terjadinya
pengukuran. Ukuran yang dimaksud terletak pada suatu respon (perilaku)
dan akibat yang mengikuti respon.
Karena itu, dalam realitas
behaviorisme, tidak ada dan tidak akan pernah ada kebebasan memilih, yang ada
hanya hokum perangsang dan jawaban terhadap perangsang (The law of stimulus and
respon). Jikapun ada kebebasan memilih, itu hanya karena individu sudah
dipengaruhi atau dikondisikan untuk mempercayai itu.
A. Pandangan
Tentang Manusia
1.
Manusia mahluk reaktif yang tingkah lakunya dikontrol/dipengaruhi oleh faktor-faktor dari
luar
2.
Manusia memulai kehidupannya dengan
mem-berikan reaksi terhadap
lingkungannya dan interaksi ini menghasilkan pola-pola perilaku yang kemudian
membentuk kepribadian
3.
Tingkah laku seseorang
ditentukan oleh banyak dan macamnya penguatan yang diterima dalam situasi
hidupnya
4.
Tingkah laku dipelajari ketika
individu berinteraksi dengan lingkungan, melalui hukum-hukum belajar :
a). Pembiasaan klasik,
b). Pembiasaan operan
c).Peniruan.
5.
Manusia bukanlah hasil dari
dorongan tidak sadar melainkan merupakan hasil belajar, sehingga ia dapat diubah
dengan memanipulasi dan mengkreasi kondisi-kondisi pembentukan tingkah laku.
6.
Manusia cenderung akan
mengambil sti-mulus yang menyenangkan dan
menghin-darkan stimulus yang tidak
menyenang-kan
Behavioristik berpangkal pada beberapa keyakinan tentang
martabat manusia, yang sebagian bersifat falsafah dan sebagian lagi bercorak
psikologis, yaitu :
1.
Manusia pada dasarnya tidak
berakhlak baik atau buruk, bagus atau jelek. Manusia mempunyai potensi untuk
bertingkah laku baik atau buruk, tepat atau salah. Berdasarkan bekal keturunan
atau pembawaan dan berkat interaksi antara bekal keturunan dan
lingkungan, terbentuk pola-pola bertingkah laku yang menjadi ciri-ciri khas
dari kepribadiannya.
2.
Manusia mampu untuk berefleksi
atas tingkah lakunya sendiri,menangkap apa yang dilakukannya, dan
mengatur serta mengontrol perilakunya sendiri.
3.
Manusia mampu untuk memperoleh dan membentuk
sendiri pola-pola tingkah laku yang baru melalui suatu proses belajar.
4.
Manusia dapat mempengaruhi perilaku
orang lain dan dirinya pun dipengaruhi oleh perilaku orang lain.
B. Konsep Tentang Tingkah Laku Manusia
1.
Tingkah laku bermasalah adalah
tingkah laku atau kebiasaan-kebiasaan negatif atau tingkah laku yang
tidak tepat, yaitu tingkah laku yang tidak sesuai dengan tuntutan lingkungan
2.
Tingkah laku yang salah hakikatnya terbentu dari cara belajar atau
lingkungan yang salah
3.
Manusia bermasalah mempunyai kecenderungan merespon tingkah laku negatif
dari lingkungannya
4.
Tingkah laku maladaptif terjadi karena kesalapahaman dalam menanggapi
lingkungan dengan tepat
5.
Seluruh tingkah laku manusia didapat dengan cara belajar dan juga dapat
diubah dengan menggunakan prinsip-prinsip belajar
6.
Sejalan dengan keyakinan-keyakinan
itu, bagi seorang konselor behafioristik perilaku konseling merupakan hasil
dari' pengalaman-pengalaman hidupnya dalam berinteraksi dengan lingkungan.
Kalau perilaku konseling ditinjau dari sudut pandangan apakah perilaku itu
tepat dan sesuai dengan situasi kehidupannya atau tidak tepat dan salah suai,
harus dikatakan bahwa baik tingkah laku tepat maupun tingkah laku salah
sama-sama merupakan hasil belajar. Karena tingkah laku salah merupakan hasil
belajar, tingkah laku yang salah itu juga dapat dihapus dan diganti dengan tingkah
laku yang tepat melalui suatu proses belajar
C. Teori Kepribadian
Struktur
kepribadian menurut buku pancawaskita adalah:
1.
Struktur kepribadian individu
meliputi pola-polatingkah laku yang di pelajari
2.
Peranan penguatan (reinforcement)
amatlah penting, terutama self-reinforcement
Skiner membedakan 2 tipe tingkah lku yakni operand an responden. Tingkah laku
operan adalah apabla organism berbuat dalam ketiadaan rangsangan/stimulus.
Tingkah laku operan konsekuensi atas hasil tingkah lakku akan menentukan kecenderungan
organism untuk mengulang ataupun menghentikan tingkah lakunya di masa yang akan
datang.
D. Perkembangan Kepribadian Salah Suai
Menurut
buku pancawaskita ada 5 yaitu:
1.
Masalah-masalah klien sebagian
terbesar adalah masalah berkenaan dengan proses belajar
2.
Keprbadian manusia terdiri dari
kebiasaan-kebiasaan positif dan negative
3.
Kebiasaan yang tidak cocok dengan
lingkungan (dengan demikian disebut sebagai tingkah laku negative atau salah
suai atau normal)
4.
Perbedaan antara tingkah laku
normaldan salah suai tidak terletak pada bagaimana tingkah laku itu di pelajari
melainkan pada tingkat kesesuaiannya terhadap tuntutan linkungan
5.
Konseling behavioral amat
memperhatikan pola-pola tingkah laku yang tampak yang menyebabkan individu
mengalami kesulitan
Sebagaimana tingkah laku tepat yang
merupakan kebutuhan yang dipelajari secara tepat, tingkah laku yang salah
suai pun menurut aliran behavior juga merupakan sesuatu yang dipelajari, dan
pernah menjadi jalan untuk memenuhi kebutuhannya (reinforcement yang diperoleh individu dipandang sebagai pemenuhan
kebutuhan). Meskipun demikian, individu tetap memperoleh kepuasan dari tingkah
laku yang ditampilkan tersebut.
Contoh : Anak yang tidak mengerjakan PR matematika
karena tidak menyenangi pelajaran tersebut.
Reinforcementnya : anak dikeluarkan dari
pelajaran tersebut
Tuntutan lingkungan : Perilaku tersebut
kurang baik
Bagi individu bersangkutan : Tercapai
kebutuhannya.
Ukuran tingkah laku yang salah suai
hanya terdapat jika tingkah laku tersebut berada pada derajat tingkah laku yang
dapat mengecewakan individu atau lingkungannya. Oleh sebab itu, keberadaan
budaya akan sangat menentukan sebagai refleksi pertimbangan kesesuaian.
Ketepatan atau ketidaktepatan perilaku akan sangat bergantung pada determinasi
pemenuhan kebutuhan yang disandarkan kepada kondisi lingkungan dan budaya.
Karena itu pula, interaksi dengan kebudayaan akan berguna sebagai pembelajaran
dan dalam merangking hirarki khasanah tingkah laku.
E. Tujuan Konseling
Tujuan konseling behavioristik adalah menciptakan
kondisi-kondisi baru bagi proses belajar. Mengahapus/menghilangkan tingkah laku maldaptif (masalah) untuk di-gantikan dengan tingkah laku
baru yaitu tingkah laku adaptif yang diinginkan klien. Tujuan yang sifatnya umum harus dijabarkan ke dalam perilaku yang
spesifik
§ Diinginkan oleh klien
§ Konselor mampu dan bersedia
membantu mencapai tujuan tersebut
§ Klien dapat mencapai tujuan
tersebut
§ Dirumuskan secara spesifik
Konselor dan klien bersama-sama
(bekerja sama) menetapkan/merumuskan tujuan-tujuan khusus konselin
Menurut buku pancawaskita ada 2
1. Tujuan konseling harus dinyatakan
dalam bentukk dan istilah-istilah yang khusus melalui:
a. Definisi masalah
b. Sejarah perkembangan klien, untuk
mengungkapkan: kesuksesan/kegagalan, kekuatan dan kelemahan, pola hubungan interpersonal, tingkah laku
penyesuaian dan area masalah
c. merumuskan tujuan-tujuan khusus
d. menentukan metode untuk
mencapai perubahan tingkah laku
2. konselor dank lien bersama-sama
(bekerja sama) menetapkan/merumuskan tujuan-tujuan khusus konseling
F. Teknik-Teknik Kkonseling
Teknik-teknik dalam melangsungkan
konseling dengan pendekatan konseling behavioral tidak hanya tertuju pada
hukum-hukum belajar, akan tetapi dapat diterapkan dengan pemaduan pendekatan
lain yang muaranya sama pada batasan perubahan tingkah laku nyata, baik dalam
menampilkan tingkah laku baru maupun menghilangkan tingkah laku yang tidak
diinginkan. Adapun teknik konseling behavioral dikelompokkan dalam tiga bagian
yaitu :
1.
Teknik
Memperkuat Tingkah Laku
a. Shaping,
adalah mengganjarkan tingkah laku dengan terus menerus melakukan aproksimasi
dan membuat rantai hubungan. Shaping dilakukan melalui sejumlah pendekatan yang
berangsur, dan dalam prosesnya akan terdapat tingkah laku yang direinfors dan
ada yang tidak. Pada setiap tahap, konselor diharapkan dapat memberikan
reinfors sampai pada tahap perilaku yang diinginkan itu muncul.
b. Behavior Contract, yaitu kontrak tingkah laku yang syarat mutlaknya
terdapat pada batasan yang cermat mengenai problem klien, situasi dimana hal
itu diekspresikan, dan kesediaan klien dalam prosedur. Konselor hendaknya
merincikan tugas yang mesti dilakukan klien dan kriteria sukses yang
direinforcement. Caranya adalah dengan menyatakan kontrak dalam kalimat
positif, mengatur tugas dan kriteria yang mungkin dicapai, memberi penguatan
secepat mungkin, mendorong individu untuk mengembangkan self-reinforcing, dan menggunakan kontrak bertingkat yang
mengacu pada tugas, kemudian diikuti hadiah yang menimbulkan kontrak baru, dan
seterusnya.
c. Assertive Training, yaitu latihan ketegasan, dengan menggunakan
teknik latihan permainan peran. Proses shaping
terjadi apabila tingkah laku baru mendekati tingkah laku yang diinginkan.
2.
Modelling
Penggunaan model dalam konseling
ini bertujuan untuk mempelajari tingkah laku baru dengan mengamati model dan
mempelajari keterampilannya. Teknik ini juga diperuntukkan bagi klien yang
telah memiliki pengetahuan tentang penampilan tingkah laku tetapi belum
dapat menampilkannya. Proses terapeutik dalam bentuk Modelling ini akan
membantu/mempengaruhi tingkah laku yang lemah atau memperkuat tingkah laku yang
siap dipelajari dan memperlancar respon. Teknik konseling Modelling ini dapat
berupa :
a. Proses
Mediasi, yaitu proses terapeutik yang memungkinkan penyimpanan dan recall asosiasi antara stimulus dan
respon dalam ingatan. Dalam prosesnya, mediasi melibatkan empat aspek
yaitu atensi, retensi, reproduksi motorik, dan insentif. Atensi pada respon
model akan diretensi dalam bentuk simbolik dan diterjemahkan kembali dalam
bentuk tingkah laku (reproduksi motorik) yang insentif.
b. Live Model
dan Symbolic Model, yaitu model hidup
yang diperoleh klien dari konselor atau orang lain dalam bentuk tingkah laku
yang sesuai, pengaruh sikap, dan nilai-nilai keahlian kemasyarakatan. Keberadaan
konselor pun dalam keseluruhan proses konseling akan membawa pengaruh langsung
(live model) baik dalam sikap yang
hangat maupun dalam sikap yang dingin. Sedangkan symbolic model dapat ditunjukkan melalui film, video, dan media
rekaman lainnya.
c. Behavior Rehearsal,
yaitu latihan tingkah laku dalam bentuk gladi dengan cara melakukan atau
menampilkan perilaku yang mirip dengan keadaan sebenarnya. Bagi klien teknik
ini sekaligus dapat dijadikan refleksi, koreksi, dan balikan yang ia
peroleh dari konselor dalam upaya mengetahui apa yang seharusnya ia lakukan dan
ia katakana.
d. Cognitive Restructuring,
yaitu proses menemukan dan menilai kognisi seseorang, memahami dampak negatif
pemikiran tertentu terhadap tingkah laku, dan belajar mengganti kognisi tersebut
dengan pemikiran yang lebih realistic dan lebih cocok. Teknik ini dapat
dilakukan dengan memberikan informasi yang korektif, belajar mengendalikan
pemikiran sendiri, menghilangkan keyakinan irrasional, dan menandai kembali
diri sendiri.
e. Covert Reinforcement,
yaitu teknik yang memakai imajinasi untuk menghadiahi diri sendiri. Teknik ini
dapat dilangsungkan dengan meminta klien untuk memasangkan antara tingkah laku
yang tidak dikehendaki dengan sesuatu yang sangat negatif, dan memasangkan
imaji sesuatu yang dikehendaki dengan imaji sesuatu yang ekstrim positif.
3.
Teknik Melemahkan Tingkah Laku
a. Extinction,
yaitu proses mengurangi frekuensi terjadinya suatu tingkah laku dengan
menghilangkan reinforcementnya.
b. Reinforcing
Incompatible Behavior, yaitu proses
memperkuat tingkah laku positif dengan memberikan reinforcers pada respon yang
diinginkan dan mengurangi tingkah laku yang negatif dengan cara mengabaikannya.
c. Relaxation Training,
yaitu teknik rileksasi untuk menanggulangi tekanan-tekanan (stress) yang ditimbulkan
oleh keadaan hidup sehari-hari. Teknik ini diberikan kepada klien agar
memperoleh pengenduran otot-otot dan mental yang terganggu tersebut.
d. Systematic
Desensitization, yaitu prosedur terapeutik
yang dipakai dalam berbagai keadaan yang berhubungan dengan kecemasan,
ketakutan, dan reaksi phobia. Dalam
teknik ini, klien dilatih untuk rileks selama kurang lebih 30 menit, dan
kemudian klien menyusun situasi stimulus yang didalamnya mereka mengalami
cemas. Sedangkan konselor membantu mengidentifikasi dan menyusun situasi dari
pengalaman yang tingkat kecemasannya rendah sampai yang tertinggi. Setelah
klien benar-benar rileks, konselor dapat memulai teknik terapeutik dengan cara
meminta klien memejamkan matanya dan konselor mulai menggambarkan seri-seri
adegan dan meminta klien untuk membayangkan dirinya dalam setiap adegan
tersebut. Konselor bergerak secara progresif ke hierarki sampai klien
memberikan tanda mengalami kegelisahan. Adegan dihentikan apabila klien mampu
tetap rilek dalam reinforcement yang
sebelumnya dianggap menggelisahkan.
e. Satiation,
yaitu proses memberikan reinforcement
yang berlebihan sehingga reinforcement kehilangan nilainya sebagai penguat. Satiation dapat dilakukan dengan
membanjiri klien dengan stimulus yang sama hingga stimulus tidak lagi direspon.
Menurut skinner (1971) jika suatu
tingkah laku diberi ganjaran, makakemungkinan akan muncul kembali akan tinggi.
Teknik-teknik pengkondisian operan yang meliputi:
1. Penguatan, merupakan suatu cara
yang ampuh dalam proses pembentukan suatu pola tingkah laku
2. Pembentukan respon, proses
perubahan tingkah laku yang dilakukan secara bertahap dengan memberikan
penguatan-penguatan kecil pada saat tinkah laku yang ingin muncul
3. Penguatan interen
(sebentar-sebentar), penguatan terus menerus dengan memberikan ganjaran setiap tingkah laku yang diinginkan
muncul
4. Penghapusan, respon yang diberikan
tidak mendapat penguatan, cenderungg akan menghilangkan pola-pola tingkah laku
yang telah di pelajari melemah
5. Pemberian contoh, ini di lakukan
untuk memperoleh tingkah laku kecakapan social
6. Token economi, suatu pertanda
berupa keping plastic, atau logam sebagai pengganti uang atau kredit tertentu
7. Kontrak, perjanjian antara dua
pihak yang dalam hal ini antara konselor
Teknik
konseling behavioral diarahkan pada penghapusan respon yang telah dipelajari
(yang memben-tuk tingkah laku bermasalah) terhadap perangsang, dengan demikian
respon-respon yang baru (sebagai tujuan konseling) akan dapat dibentuk
Prinsip Kerja Teknik Konseling Behavioral
1. Memodifikasi
tingkah laku melalui pemberian penguatan
Agar klien terdorong untuk merubah
tingkah lakunya penguatan tersebut hendaknya mempunyai daya yang cukup kuat dan
dilaksanakan secara sistematis dan nyata-nyata ditampilkan melalui tingkah laku
klien.
2. Mengurangi frekuensi
berlangsungnya tingkah laku yang tidak diinginkan
3. Memberikan penguatan terhadap
suatu respon yang akan mengakibatkan terham-batnya kemunculan tingkah laku yang
tidak diinginkan
4. Mengkondisikan pengubahan tingkah laku
melalui pemberian contoh atau model (film, tape recorder, atau contoh nyata
langsung)
5. Merencanakan prosedur pemberian
penguatan terhadap tingkah laku yang diinginkan dengan sistem kontrak
6. Latihan
Asertif
a. Digunakan untuk melatih klien yang
mengalami kesulitan untuk menyatakan diri bahwa tindakannya adalah layak atau
benar
b. Terutama berguna di antaranya
untuk membantu individu yang tidak mampu mengungkapkan perasaan tersinggung,
kesulitan menyatakan tidak, mengungkapkan afeksi dan respon posistif lainnya
c. Cara : permainan peran dengan
bimbingan konselor, diskusi kelompok
G. Kekuatan Dan Kelemahan Konseling
Behavioristik
1. kekuatan
§
Membiasakan guru untuk bersikap jeli dan peka pada
situasi dan kondisi belajar
§
Metode behavioristik ini sangat cocok untuk memperoleh
kemampuan yang menbutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur
seperti: kecepatan, spontanitas, kelenturan, refleksi, daya tahan, dan
sebagainya.
§
Guru tidak banyak memberikan ceramah sehingga murid
dibiasakan belajar mandiri. Jika menemukan kesulitan baru ditanyakan kepada
guru yang bersangkutan
§
Teori ini cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang
masih membutuhkan dominansi peran orang dewasa , suka mengulangi dan harus
dibiasakan , suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung
seperti diberi permen atau pujian.
2. Kekurangan
§ Sebuah konsekuensi bagi guru, untuk
menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang sudah siap
§ Tidak setiap mata pelajaran bisa
menggunakan metode ini
§ Penerapan teori behavioristik yang salah dalam
suatu situasi pembelajaran juga mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran
yang sangat tidak menyenangkan bagi siswa yaitu guru sebagai sentral, bersikap
otoriter, komunikasi berlangsung satu arah, guru melatih dan menentukan apa
yang harus dipelajari murid.
§ Murid berperan sebagai
pendengar dalam proses pembelajaran dan menghafalkan apa yang didengar dan
dipandang sebagai cara belajar yang efektif
§ Penggunaan hukuman yang sangat
dihindari oleh para tokoh behavioristik justru dianggap metode yang paling
efektif untuk menertibkan siswa
§ Murid dipandang pasif, perlu
motivasi dari luar dan sangat dipengaruhi oleh penguatan yang diberikan guru.
Taufik (2009 : 163) menjelaskan
beberapa kontribusi dari model konseling behavioral, yaitu :
1.
Dengan memfokuskan pada
tingkah laku khusus bahwa klien dapat berubah, konselor dapat membantu klien ke
arah pengertian yang lebih baik terhadap apa yang harus dilakukan sebagai
bagian dari proses konseling.
2.
Dengan menitikberatkan
pada tingkah laku khusus, memudahkan dalam menentukan kriteria keberhasilan
proses konseling; dan
3.
Memberikan peluang pada
konselor untuk dapat menggunakan berbagai teknik khusus guna menghasilkan
perubahan tingkah laku.
Selain menjelaskan tentang
kontribusi konseling ini, Taufik (2009 :163) juga menjelaskan beberapa
keterbatasan dari model ini, antara lain :
1.
Kurangnya kesempatan
bagi klien untuk terlibat kreatif dengan keseluruhan penemuan diri atau
aktualisasi diri,
2.
Kemungkinan terjadi
bahwa klien mengalami depersonalized
dalam interaksinya dengan konselor,
3.
Keseluruhan proses
mungkin tidak dapat digunakan bagi klien yang memiliki permasalahan yang tidak
dapat dikaitkan dengan tingkah lakuu yang jelas,
4.
Bagi klien yang
berpotensi cukup tinggi dan sedang mencari arti dan tujuan hidup mereka, tidak
dapat berharap banyak dari konseling behavioral ini.
Pertanyaan:
1.
Bagaimana pandangan tentang manusia menurut teori konseling
behavioristik ini?
2. Jelaskan maksud dari Pembiasaan klasik? Dengan contoh!
3.
Jelaskan maksud dari pembiasaan
operan? Dengan contoh!
4. Jelaskan maksud dari peniruan?
Dengan contoh!
5.
Bagaimana cara mengatasi tingkah laku salah suai berdasaran teori
konseling behavioristik?
6.
Teknik apa yang cocok dilakukan dalam konseling dengan memakai
konseling behavioristik?
7.
Tujuan seperti apa yang diharapkan oleh teori konseling behavioristik
ini?
8.
Jelaskan contoh dengan menggunakan teknik melemahkan tingkah laku?
9.
Bagaimanaa cara memaksimalkan kelemahan dari teori konseling
behavioristik ini?
10. Jelakan kekuatan dari konseling behavioristik?
Sumber Bacaan:
Drs. Taufik, M.Pd. Kons. Model-Model Konseling,
Bimbingan dan Konseling UNP, 2009
Prof.Dr.Prayitno, M.Sc.Ed, Konseling Pancawaskita
(Kerangka Konseling Elektik) UNP, 1998
http://www.scribd.com/docTeori-Pendekatan-Konseling
Tidak ada komentar:
Posting Komentar