Senin, 19 September 2016

KONSELING BEHAVIORISTIK

KONSELING BEHAVIORISTIK (KONBE)

A.      Pengantar Konseling Behavioristik
Sejarah konseling behavioral bermula dari Ivan Sechenov (1829-1905), seorang ahli fisiologi Rusia, yang dalam hipotetiknya (1963) memandang fungsi-fungsi otak sebagai pancaran reflek yang terdiri atas tiga komponen yaitu input sensorik, proses, dan efferent outflow. Sechenov berkeyakinan bahwa tingkah laku terdiri atas respon-respon terhadap stimulasi-stimulasi dengan interaksi-interaksi dari ransangan dan hambatan yang beroperasi pada bagian sentral dari pancaran refleks. 
Taufik (2009 : 151) mengemukakan behavioristik merupakan aliran psikologi yang didirikan oleh J.B. Watson pada tahun 1913. Pendekatan tingkah laku ini bermula dalam tahun 50-an dan awal 60-an. Beliau dilahirkan pada tahun 1904 di Susquehana, Pennsylvania. Beliau mempunyai latar belakang kawalan tingkah laku yang ketat. Pada masa kecil, Skinner mempunyai trikan kepada benda-benda yang mekanikal.  
Model konseling behavioristik dikembangkan berdasarkan penelitian eksperimen mengenai teori belajar. Sejumlah teori belajar yang termasuk ke dalam teroi behavioristik adalah teori koneksionisme dari Thorndike, teori klasikal conditioning dari Ivan Pavlov, dan operan condisioning dari Skinner.
Teori-teori tentang hukum-hukum belajar pun menjadi corak khas dalam memodifikasi tingkah laku klien. Sebagai proses belajar, pengertian belajar diartikan sebagai “suatu perubahan dalam perbuatan atau dalam melakukan sesuatu yang berhubungan dengan beberapa pengalaman”. Behaviorisme memandang bahwa semua respon yang mendatangkan akibat adalah penanda terjadinya proses belajar.
Selain itu, penegasan yang terpenting dari behavioral terletak pada perhatian mereka yang hanya tertuju pada sesuatu yang dapat diamati secara ilmiah, yang memungkinkan terjadinya pengukuran. Ukuran yang dimaksud terletak pada  suatu respon (perilaku) dan akibat yang mengikuti respon.
Karena itu, dalam realitas behaviorisme, tidak ada dan tidak akan pernah ada kebebasan memilih, yang ada hanya hokum perangsang dan jawaban terhadap perangsang (The law of stimulus and respon). Jikapun ada kebebasan memilih, itu hanya karena individu sudah dipengaruhi atau dikondisikan untuk mempercayai itu.
A.     Pandangan Tentang Manusia
1.      Manusia mahluk reaktif yang tingkah lakunya  dikontrol/dipengaruhi oleh faktor-faktor dari luar
2.      Manusia memulai kehidupannya dengan mem-berikan reaksi terhadap lingkungannya dan interaksi ini menghasilkan pola-pola perilaku yang kemudian membentuk kepribadian
3.      Tingkah laku seseorang ditentukan oleh banyak dan macamnya penguatan yang diterima dalam situasi hidupnya
4.      Tingkah laku dipelajari ketika individu berinteraksi dengan lingkungan, melalui hukum-hukum belajar :
a). Pembiasaan klasik,
b). Pembiasaan operan
c).Peniruan.
5.      Manusia bukanlah hasil dari dorongan tidak sadar melainkan merupakan hasil belajar, sehingga ia dapat diubah dengan memanipulasi dan mengkreasi kondisi-kondisi pembentukan tingkah laku.
6.      Manusia cenderung akan mengambil sti-mulus yang menyenangkan dan menghin-darkan stimulus yang tidak menyenang-kan
Behavioristik berpangkal pada beberapa keyakinan tentang martabat manusia, yang sebagian bersifat falsafah dan sebagian lagi bercorak psikologis, yaitu :
1.      Manusia pada dasarnya tidak berakhlak baik atau buruk, bagus atau jelek. Manusia mempunyai potensi untuk bertingkah laku baik atau buruk, tepat atau salah. Berdasarkan bekal keturunan atau pembawaan dan  berkat interaksi antara bekal keturunan dan lingkungan, terbentuk pola-pola bertingkah laku yang menjadi ciri-ciri khas dari kepribadiannya.
2.      Manusia mampu untuk berefleksi  atas tingkah lakunya sendiri,menangkap apa yang dilakukannya, dan  mengatur serta mengontrol perilakunya sendiri.
3.       Manusia mampu untuk memperoleh dan membentuk sendiri pola-pola tingkah laku yang baru melalui suatu proses belajar.
4.      Manusia dapat mempengaruhi perilaku orang lain dan dirinya pun dipengaruhi oleh perilaku orang lain.
B.     Konsep Tentang Tingkah Laku Manusia
1.      Tingkah laku bermasalah adalah  tingkah laku atau kebiasaan-kebiasaan negatif atau tingkah laku yang tidak tepat, yaitu tingkah laku yang tidak sesuai dengan tuntutan lingkungan
2.      Tingkah laku yang salah hakikatnya terbentu dari cara belajar atau lingkungan yang salah
3.      Manusia bermasalah mempunyai kecenderungan merespon tingkah laku negatif dari lingkungannya
4.      Tingkah laku maladaptif terjadi karena kesalapahaman dalam menanggapi lingkungan dengan tepat
5.      Seluruh tingkah laku manusia didapat dengan cara belajar dan juga dapat diubah dengan menggunakan prinsip-prinsip belajar
6.      Sejalan dengan keyakinan-keyakinan itu, bagi seorang konselor behafioristik perilaku konseling merupakan hasil dari' pengalaman-pengalaman hidupnya dalam berinteraksi dengan lingkungan. Kalau perilaku konseling ditinjau dari sudut pandangan apakah perilaku itu tepat dan sesuai dengan situasi kehidupannya atau tidak tepat dan salah suai, harus dikatakan bahwa baik tingkah laku tepat maupun tingkah laku salah sama-sama merupakan hasil belajar. Karena tingkah laku salah merupakan hasil belajar, tingkah laku yang salah itu juga dapat dihapus dan diganti dengan tingkah laku yang tepat melalui suatu proses belajar
C.     Teori Kepribadian
Struktur kepribadian menurut buku pancawaskita adalah:
1.      Struktur kepribadian individu meliputi pola-polatingkah laku yang di pelajari
2.      Peranan penguatan (reinforcement) amatlah penting, terutama self-reinforcement
Skiner membedakan 2 tipe tingkah lku  yakni operand an responden. Tingkah laku operan adalah apabla organism berbuat dalam ketiadaan rangsangan/stimulus. Tingkah laku operan konsekuensi atas hasil tingkah lakku akan menentukan kecenderungan organism untuk mengulang ataupun menghentikan tingkah lakunya di masa yang akan datang.
D.     Perkembangan Kepribadian Salah Suai
Menurut buku pancawaskita ada 5 yaitu:
1.      Masalah-masalah klien sebagian terbesar adalah masalah berkenaan dengan proses belajar
2.      Keprbadian manusia terdiri dari kebiasaan-kebiasaan positif dan negative
3.      Kebiasaan yang tidak cocok dengan lingkungan (dengan demikian disebut sebagai tingkah laku negative atau salah suai atau normal)
4.      Perbedaan antara tingkah laku normaldan salah suai tidak terletak pada bagaimana tingkah laku itu di pelajari melainkan pada tingkat kesesuaiannya terhadap tuntutan linkungan
5.      Konseling behavioral amat memperhatikan pola-pola tingkah laku yang tampak yang menyebabkan individu mengalami kesulitan
Sebagaimana tingkah laku tepat yang merupakan kebutuhan yang dipelajari secara tepat, tingkah laku yang  salah suai pun menurut aliran behavior juga merupakan sesuatu yang dipelajari, dan pernah menjadi jalan untuk memenuhi kebutuhannya (reinforcement yang diperoleh individu dipandang sebagai pemenuhan kebutuhan). Meskipun demikian, individu tetap memperoleh kepuasan dari tingkah laku yang ditampilkan tersebut.
Contoh :   Anak yang tidak mengerjakan PR matematika karena tidak menyenangi pelajaran tersebut.
Reinforcementnya : anak dikeluarkan dari pelajaran tersebut
Tuntutan lingkungan : Perilaku tersebut kurang baik
Bagi individu bersangkutan : Tercapai kebutuhannya.
Ukuran tingkah laku yang salah suai hanya terdapat jika tingkah laku tersebut berada pada derajat tingkah laku yang dapat mengecewakan individu atau lingkungannya. Oleh sebab itu, keberadaan budaya akan sangat menentukan sebagai refleksi pertimbangan kesesuaian. Ketepatan atau ketidaktepatan perilaku akan sangat bergantung pada determinasi pemenuhan kebutuhan yang disandarkan kepada kondisi lingkungan dan budaya. Karena itu pula, interaksi dengan kebudayaan akan berguna sebagai pembelajaran dan dalam merangking hirarki khasanah tingkah laku.
E.     Tujuan Konseling
Tujuan konseling behavioristik adalah menciptakan kondisi-kondisi baru bagi proses belajar. Mengahapus/menghilangkan tingkah laku maldaptif (masalah) untuk di-gantikan dengan tingkah laku baru yaitu tingkah laku adaptif yang diinginkan klien. Tujuan yang sifatnya umum harus dijabarkan ke dalam perilaku yang spesifik

§  Diinginkan oleh klien
§  Konselor mampu dan bersedia membantu mencapai tujuan tersebut
§  Klien dapat mencapai tujuan tersebut
§  Dirumuskan secara spesifik
Konselor dan klien bersama-sama (bekerja sama) menetapkan/merumuskan tujuan-tujuan khusus konselin
Menurut buku pancawaskita ada 2
1.      Tujuan konseling harus dinyatakan dalam bentukk dan istilah-istilah yang khusus melalui:
a.       Definisi masalah
b.      Sejarah perkembangan klien, untuk mengungkapkan: kesuksesan/kegagalan, kekuatan dan kelemahan,  pola hubungan interpersonal, tingkah laku penyesuaian dan area masalah
c. merumuskan tujuan-tujuan khusus
d. menentukan metode untuk mencapai perubahan tingkah laku
2. konselor dank lien bersama-sama (bekerja sama) menetapkan/merumuskan tujuan-tujuan khusus konseling
F.       Teknik-Teknik Kkonseling
Teknik-teknik dalam melangsungkan konseling dengan pendekatan konseling behavioral tidak hanya tertuju pada hukum-hukum belajar, akan tetapi dapat diterapkan dengan pemaduan pendekatan lain yang muaranya sama pada batasan perubahan tingkah laku nyata, baik dalam menampilkan tingkah laku baru maupun menghilangkan tingkah laku yang tidak diinginkan. Adapun teknik konseling behavioral dikelompokkan dalam tiga bagian yaitu :
1.      Teknik Memperkuat Tingkah Laku
a.    Shaping, adalah mengganjarkan tingkah laku dengan terus menerus melakukan aproksimasi dan membuat rantai hubungan. Shaping dilakukan melalui sejumlah pendekatan yang berangsur, dan dalam prosesnya akan terdapat tingkah laku yang direinfors dan ada yang tidak. Pada setiap tahap, konselor diharapkan dapat memberikan reinfors sampai pada tahap perilaku yang diinginkan itu muncul.
b. Behavior Contract, yaitu kontrak tingkah laku yang syarat mutlaknya terdapat pada batasan yang cermat mengenai problem klien, situasi dimana hal itu diekspresikan, dan kesediaan klien dalam prosedur. Konselor hendaknya merincikan tugas yang mesti dilakukan klien dan kriteria sukses yang direinforcement. Caranya adalah dengan menyatakan kontrak dalam kalimat positif, mengatur tugas dan kriteria yang mungkin dicapai, memberi penguatan secepat mungkin, mendorong individu untuk mengembangkan self-reinforcing, dan menggunakan kontrak bertingkat yang  mengacu pada tugas, kemudian diikuti hadiah yang menimbulkan kontrak baru, dan seterusnya.
c. Assertive Training, yaitu latihan ketegasan, dengan menggunakan teknik latihan permainan peran. Proses shaping terjadi apabila tingkah laku baru mendekati tingkah laku yang diinginkan.
2. Modelling
Penggunaan model dalam konseling ini bertujuan untuk mempelajari tingkah laku baru dengan mengamati model dan mempelajari keterampilannya. Teknik ini juga diperuntukkan bagi klien yang telah memiliki  pengetahuan tentang penampilan tingkah laku tetapi belum dapat menampilkannya. Proses terapeutik dalam bentuk Modelling ini akan membantu/mempengaruhi tingkah laku yang lemah atau memperkuat tingkah laku yang siap dipelajari dan memperlancar respon. Teknik konseling Modelling ini dapat berupa :
a.    Proses Mediasi, yaitu proses terapeutik yang memungkinkan penyimpanan dan recall asosiasi antara stimulus dan respon dalam ingatan. Dalam prosesnya,  mediasi melibatkan empat aspek yaitu atensi, retensi, reproduksi motorik, dan insentif. Atensi pada respon model akan diretensi dalam bentuk simbolik dan diterjemahkan kembali dalam bentuk tingkah laku (reproduksi motorik) yang insentif.
b.    Live Model dan Symbolic Model, yaitu model hidup yang diperoleh klien dari konselor atau orang lain dalam bentuk tingkah laku yang sesuai, pengaruh sikap, dan nilai-nilai keahlian kemasyarakatan. Keberadaan konselor pun dalam keseluruhan proses konseling akan membawa pengaruh langsung (live model) baik dalam sikap yang hangat maupun dalam sikap yang dingin. Sedangkan symbolic model dapat ditunjukkan melalui film, video, dan media rekaman lainnya.
c.    Behavior Rehearsal, yaitu latihan tingkah laku dalam bentuk gladi dengan cara melakukan atau menampilkan perilaku yang mirip dengan keadaan sebenarnya. Bagi klien teknik ini sekaligus dapat dijadikan refleksi, koreksi, dan balikan  yang ia peroleh dari konselor dalam upaya mengetahui apa yang seharusnya ia lakukan dan ia katakana.
d.   Cognitive Restructuring, yaitu proses menemukan dan menilai kognisi seseorang, memahami dampak negatif pemikiran tertentu terhadap tingkah laku, dan belajar mengganti kognisi tersebut dengan pemikiran yang lebih realistic dan lebih cocok. Teknik ini dapat dilakukan dengan memberikan informasi yang korektif, belajar mengendalikan pemikiran sendiri, menghilangkan keyakinan irrasional, dan menandai kembali diri sendiri.
e.    Covert Reinforcement, yaitu teknik yang memakai imajinasi untuk menghadiahi diri sendiri. Teknik ini dapat dilangsungkan dengan meminta klien untuk memasangkan antara tingkah laku yang tidak dikehendaki dengan sesuatu yang sangat negatif, dan memasangkan imaji sesuatu yang dikehendaki dengan imaji sesuatu yang ekstrim positif.
3. Teknik Melemahkan Tingkah Laku
a.    Extinction, yaitu proses mengurangi frekuensi terjadinya suatu tingkah laku dengan menghilangkan reinforcementnya.
b.    Reinforcing Incompatible Behavior, yaitu proses memperkuat tingkah laku positif dengan memberikan reinforcers pada respon yang diinginkan dan mengurangi tingkah laku yang negatif dengan cara mengabaikannya.
c.    Relaxation Training, yaitu teknik rileksasi untuk menanggulangi tekanan-tekanan (stress) yang ditimbulkan oleh keadaan hidup sehari-hari. Teknik ini diberikan kepada klien agar memperoleh pengenduran otot-otot dan mental yang terganggu tersebut.
d.   Systematic Desensitization,  yaitu prosedur terapeutik yang dipakai dalam berbagai keadaan yang berhubungan dengan kecemasan, ketakutan, dan reaksi phobia. Dalam teknik ini, klien dilatih untuk rileks selama kurang lebih 30 menit, dan kemudian klien menyusun situasi stimulus yang didalamnya mereka mengalami cemas. Sedangkan konselor membantu mengidentifikasi dan menyusun situasi dari pengalaman yang tingkat kecemasannya rendah sampai yang tertinggi. Setelah klien benar-benar rileks, konselor dapat memulai teknik terapeutik dengan cara meminta klien memejamkan matanya dan konselor mulai menggambarkan seri-seri adegan dan meminta klien untuk membayangkan dirinya dalam setiap adegan tersebut. Konselor bergerak secara progresif ke hierarki sampai klien memberikan tanda mengalami kegelisahan. Adegan dihentikan apabila klien mampu tetap rilek dalam reinforcement yang sebelumnya dianggap menggelisahkan.
e.    Satiation, yaitu proses memberikan reinforcement yang berlebihan sehingga reinforcement kehilangan nilainya sebagai penguat. Satiation dapat dilakukan dengan membanjiri klien dengan stimulus yang sama hingga stimulus tidak lagi direspon.
Menurut skinner (1971) jika suatu tingkah laku diberi ganjaran, makakemungkinan akan muncul kembali akan tinggi. Teknik-teknik pengkondisian operan yang meliputi:
1.      Penguatan, merupakan suatu cara yang ampuh dalam proses pembentukan suatu pola tingkah laku
2.      Pembentukan respon, proses perubahan tingkah laku yang dilakukan secara bertahap dengan memberikan penguatan-penguatan kecil pada saat tinkah laku yang ingin muncul
3.      Penguatan interen (sebentar-sebentar), penguatan terus menerus dengan memberikan  ganjaran setiap tingkah laku yang diinginkan muncul
4.      Penghapusan, respon yang diberikan tidak mendapat penguatan, cenderungg akan menghilangkan pola-pola tingkah laku yang telah di pelajari melemah
5.      Pemberian contoh, ini di lakukan untuk memperoleh tingkah laku kecakapan social
6.      Token economi, suatu pertanda berupa keping plastic, atau logam sebagai pengganti uang atau kredit tertentu
7.      Kontrak, perjanjian antara dua pihak yang dalam hal ini antara konselor
Teknik konseling behavioral diarahkan pada penghapusan respon yang telah dipelajari (yang memben-tuk tingkah laku bermasalah) terhadap perangsang, dengan demikian respon-respon yang baru (sebagai tujuan konseling) akan dapat dibentuk
Prinsip Kerja Teknik Konseling Behavioral
1.      Memodifikasi tingkah laku melalui pemberian penguatan
Agar klien terdorong untuk merubah tingkah lakunya penguatan tersebut hendaknya mempunyai daya yang cukup kuat dan dilaksanakan secara sistematis dan nyata-nyata ditampilkan melalui tingkah laku klien.
2.      Mengurangi frekuensi berlangsungnya tingkah laku yang tidak diinginkan
3.      Memberikan penguatan terhadap suatu respon yang akan mengakibatkan terham-batnya kemunculan tingkah laku yang tidak diinginkan
4.      Mengkondisikan pengubahan tingkah laku melalui pemberian contoh atau model (film, tape recorder, atau contoh nyata langsung)
5.      Merencanakan prosedur pemberian penguatan terhadap tingkah laku yang diinginkan dengan sistem kontrak
6.      Latihan Asertif
a.       Digunakan untuk melatih klien yang mengalami kesulitan untuk menyatakan diri bahwa tindakannya adalah layak atau benar
b.      Terutama berguna di antaranya untuk membantu individu yang tidak mampu mengungkapkan perasaan tersinggung, kesulitan menyatakan tidak, mengungkapkan afeksi dan respon posistif lainnya
c.       Cara : permainan peran dengan bimbingan konselor, diskusi kelompok
G.  Kekuatan Dan Kelemahan Konseling Behavioristik
1. kekuatan
§  Membiasakan guru untuk bersikap  jeli dan peka pada situasi dan kondisi belajar
§  Metode behavioristik ini sangat cocok untuk memperoleh kemampuan yang menbutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti: kecepatan, spontanitas, kelenturan, refleksi, daya tahan, dan sebagainya.
§  Guru tidak banyak memberikan ceramah sehingga murid dibiasakan belajar mandiri. Jika menemukan kesulitan baru ditanyakan kepada guru yang bersangkutan
§  Teori ini cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominansi peran orang dewasa , suka mengulangi dan harus dibiasakan , suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian.
2.       Kekurangan
§  Sebuah konsekuensi bagi guru, untuk menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang sudah siap
§  Tidak setiap mata pelajaran bisa menggunakan metode ini
§   Penerapan teori behavioristik yang salah dalam suatu situasi pembelajaran juga mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran yang sangat tidak menyenangkan bagi siswa yaitu guru sebagai sentral, bersikap otoriter, komunikasi berlangsung satu arah, guru melatih dan menentukan apa yang harus dipelajari murid.
§  Murid  berperan sebagai pendengar dalam proses pembelajaran dan menghafalkan apa yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif
§  Penggunaan hukuman yang sangat dihindari oleh para tokoh behavioristik justru dianggap metode yang paling efektif untuk menertibkan siswa
§  Murid dipandang pasif, perlu motivasi dari luar dan sangat dipengaruhi oleh penguatan yang diberikan guru.
Taufik (2009 : 163) menjelaskan beberapa kontribusi dari model konseling behavioral, yaitu :
1.    Dengan memfokuskan pada tingkah laku khusus bahwa klien dapat berubah, konselor dapat membantu klien ke arah pengertian yang lebih baik terhadap apa yang harus dilakukan sebagai bagian dari proses konseling.
2.    Dengan menitikberatkan pada tingkah laku khusus, memudahkan dalam menentukan kriteria keberhasilan proses konseling; dan
3.    Memberikan peluang pada konselor untuk dapat menggunakan berbagai teknik khusus guna menghasilkan perubahan tingkah laku.
Selain menjelaskan tentang kontribusi konseling ini, Taufik (2009 :163) juga menjelaskan beberapa keterbatasan dari model ini, antara lain :
1.    Kurangnya kesempatan bagi klien untuk terlibat kreatif dengan keseluruhan penemuan diri atau aktualisasi diri,
2.    Kemungkinan terjadi bahwa klien mengalami depersonalized dalam interaksinya dengan konselor,
3.    Keseluruhan proses mungkin tidak dapat digunakan bagi klien yang memiliki permasalahan yang tidak dapat dikaitkan dengan tingkah lakuu yang jelas,
4.    Bagi klien yang berpotensi cukup tinggi dan sedang mencari arti dan tujuan hidup mereka, tidak dapat berharap banyak dari konseling behavioral ini.

Pertanyaan:
1.      Bagaimana pandangan tentang manusia menurut teori konseling behavioristik ini?
2.      Jelaskan maksud dari Pembiasaan klasik? Dengan contoh!
3.      Jelaskan maksud dari pembiasaan operan? Dengan contoh!
4.      Jelaskan maksud dari peniruan? Dengan contoh!
5.      Bagaimana cara mengatasi tingkah laku salah suai berdasaran teori konseling behavioristik?
6.      Teknik apa yang cocok dilakukan dalam konseling dengan memakai konseling behavioristik?
7.      Tujuan seperti apa yang diharapkan oleh teori konseling behavioristik ini?
8.      Jelaskan contoh dengan menggunakan teknik melemahkan tingkah laku?
9.      Bagaimanaa cara memaksimalkan kelemahan dari teori konseling behavioristik ini?
10.  Jelakan kekuatan dari konseling behavioristik?


Sumber Bacaan:

Drs. Taufik, M.Pd. Kons. Model-Model Konseling, Bimbingan dan Konseling UNP, 2009
Prof.Dr.Prayitno, M.Sc.Ed, Konseling Pancawaskita (Kerangka Konseling Elektik) UNP, 1998
http://www.scribd.com/docTeori-Pendekatan-Konseling

Tidak ada komentar:

Posting Komentar